Tulisan ini merupakan sambungan dari artikel lain yang dimuat dalam blogs ini dengan judul "Agama Adat dan Agama Samawi!" Yang dalam tulisan tersebut mengulas sedikit mengenai pandangan agama adat, walaupun belum teliti benar, dan juga agama samawi yang diturunkan melalui Hamba Allah, Abraham, yaitu Agama Yahudi dan Kristen serta Katolik melalui jalur keturunan Yakub atau yang dikenal dengan nama Israel dan keturunan Ismail yang menurunkan agama Islam.
Tidak ada hal prinsipil yang berbeda dari ajaran-ajaran agama samawi, yang berbeda adalah cara dalam memuji dan memuliakan Tuhan Allah Pencipta Langit dan Bumi.
Dalam Budaya Melanesia, saya mengambil contoh kasus dari Suku Malind Anim di Kota Maroke, Tanah Papua, yang disebut agama adat ialah hal-hal yang berurusan dengan masalah Adat.
Sebagai contoh; jika saya bermarga Gebze dari Kampung Pahas, Distrik Muting, dan dalam berhubungan dengan Marga atau kerabat Marga yang lain, maka hal ikhwal paling utama dalam hubungan kekerabatan itu adalah masalah Tanah atau Dusun serta hal-hal yang berkaitan dengan urusan kepemilikan kolektif dalam marga yang berkerabat tadi.
Para Tuan Tanah biasanya membagi sebagian wilayah ulayat adatnya kepada sejumlah orang yang disebut marga kerabat untuk tinggal dan juga mengambil hasil dusun dari bagian-bagian tanah ulayat yang dimiliki Tuan Tanah. Akan tetapi hak kepemilikan itu didasarkan atas pengertian bahwa yang memiliki tanah-lah yang dengan suka rela telah memberikan kepada para marga kerabat untuk dikuasai dan diolah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Atau bisa juga ditukar dengan pemberian anak, sebagai anak perdamaian, yang nantinya akan mengikat hubungan-hubungan kekerabatan dalam marga yang berkerabat tadi. Peristiwa seperti ini telah banyak terjadi, bukan saja dalam kebiasaan suku Malind Anim tetapi juga suku-suku Bangsa Papua lainnya.
Saya belum bisa menyelidiki dengan seksama hubungan kekerabatan dalam marga dibagian wilayah atau suku lain, contoh kasus dari suku Malind Anim tadi hanyalah contoh perantara agar kita dapat memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan marga dan apa kaitannya dengan kekerabatan marga serta hubungannya dengan suku dan Bangsa secara keseluruhan.
Secara tradisional suku Malind Anim dibagi dalam tiga sub suku yang dikenal dengan nama Malind Bob dengan aliran kepercayaan Mayo, Malind Duv dengan aliran kepercayaan Imo, dan Malind Degh dengan aliran kepercayaan Ezam-Uzum.
Ketiga aliran kepercayaan tradisional tadi menjadi titik dimana ekosistem peradaban Malind Anim dibangun. Kalau saya orang Malind Anim dari sub suku Malind Degh, maka saya akan memaknai hubungan spritual saya dengan apa yang saya kenal sebagai Ezam-Uzum, demikian pula Malind Bob dan Malind Duv.
Hubungan kekerabatan seperti yang telah dijelaskan diatas juga dibangun berdasarkan asumsi ekosistem budaya dimana sub suku tadi bertempat dan marga-marga didalamnya membentuk pemerintahan adat berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diatas.
Dalam Kebudayaan Melanesia, hal-hal prinsip, terutama menyangkut hak ulayat menjadi prinsip utama dimana eksistensi marga dan suku dipertaruhkan, dan agama adat secara prinsip mendukung penuh hak-hak mengenai kepemilikan kolektif marga dalam suku dimaksud.
Dibandingkan dengan Agama Samawi, tanah perjanjian, seperti yang digambarkan dalam Kitab Suci, juga memiliki makna yang sama, seperti yang telah saya jelaskan mengenai kepemilikan hak ulayat secara kolektif oleh suatu marga dalam suku tertentu, saya ambil contoh tadi suku Malind Anim dari kota Maroke.
Hak ulayat, dikemudian hari, menjadi masalah yang begitu kompleks, hingga menghasilkan perang yang tiada akhir, sebagai contoh, Bangsa Israel Modern, yang dibangun diatas tanah yang disebut "Tanah Perjanjian!" Disatu sisi berjalan baik, dan mampu memenuhi selera dan humor politik kaum Yahudi, tetapi dipihak lain juga mengorbankan suku dan bangsa lain.
Bangsa Palestina sebagai contoh nyata adalah korban dari perebutan hak kesulungan atau hak ulayat seperti yang termaktub dalam Kitab Suci.
Saya membatasi diri untuk tidak menulis secara ceroboh tanpa penelitian ilmiah yang akurat, akan tetapi data-data primer yang tercantum dalam Kitab Suci, menunjukan dengan pasti bahwa apa yang terjadi di Israel dan Palestina, tidak seharusnya terjadi seperti saat ini, karena perebutan hak kesulungan atau hak ulayat tadi telah menimbulkan perang berkepanjangan antara Bangsa Israel dengan sokongan Barat Kristen dan umat Muslim disisi yang lain diseantoro Jazirah Arab dan Magribi, bahkan melebar sampai ke Asia Tenggara, dimana Indonesia yang dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar didunia, juga larut secara politik didalam arena pertarungan politik tadi, bahkan militansi kaum puritan Islam terbangun dengan subur di Indonesia dan jadilah Indonesia sebagai sarangnya kaum "Teroris" dalam terminologi Barat.
Saya tidak hendak mengulas mengenai luka yang telah lama "menganga lebar" di Timur Tengah, akan tetapi dampak politik dari rasionalisasi perjuangan pembebasan nasional Papua Barat juga terpolarisasi dalam adagium politik yang telah berkembang secara menyeluruh diseantero jagad raya tersebut.
Mungkin tulisan ini kurang teliti dan tidak sempurna, akan tetapi saya hendak usahakan agar ia menjadi tulisan yang berbobot dikemudian hari, jika saja saya memiliki kesempatan untuk meneliti naskah-naskah primer maupun sekunder yang ada kaitannya dengan ulasan dalam tulisan ini.
Selanjutnya tulisan saya akan lebih banyak mengulas mengenai arti kata Melanesia serta aspek-aspek yang ada kaitannya dengan Budaya Melanesia secara agak rinci, jelas, terukur dan obyektif.
Tidak ada hal prinsipil yang berbeda dari ajaran-ajaran agama samawi, yang berbeda adalah cara dalam memuji dan memuliakan Tuhan Allah Pencipta Langit dan Bumi.
Dalam Budaya Melanesia, saya mengambil contoh kasus dari Suku Malind Anim di Kota Maroke, Tanah Papua, yang disebut agama adat ialah hal-hal yang berurusan dengan masalah Adat.
Sebagai contoh; jika saya bermarga Gebze dari Kampung Pahas, Distrik Muting, dan dalam berhubungan dengan Marga atau kerabat Marga yang lain, maka hal ikhwal paling utama dalam hubungan kekerabatan itu adalah masalah Tanah atau Dusun serta hal-hal yang berkaitan dengan urusan kepemilikan kolektif dalam marga yang berkerabat tadi.
Para Tuan Tanah biasanya membagi sebagian wilayah ulayat adatnya kepada sejumlah orang yang disebut marga kerabat untuk tinggal dan juga mengambil hasil dusun dari bagian-bagian tanah ulayat yang dimiliki Tuan Tanah. Akan tetapi hak kepemilikan itu didasarkan atas pengertian bahwa yang memiliki tanah-lah yang dengan suka rela telah memberikan kepada para marga kerabat untuk dikuasai dan diolah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Atau bisa juga ditukar dengan pemberian anak, sebagai anak perdamaian, yang nantinya akan mengikat hubungan-hubungan kekerabatan dalam marga yang berkerabat tadi. Peristiwa seperti ini telah banyak terjadi, bukan saja dalam kebiasaan suku Malind Anim tetapi juga suku-suku Bangsa Papua lainnya.
Saya belum bisa menyelidiki dengan seksama hubungan kekerabatan dalam marga dibagian wilayah atau suku lain, contoh kasus dari suku Malind Anim tadi hanyalah contoh perantara agar kita dapat memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan marga dan apa kaitannya dengan kekerabatan marga serta hubungannya dengan suku dan Bangsa secara keseluruhan.
Secara tradisional suku Malind Anim dibagi dalam tiga sub suku yang dikenal dengan nama Malind Bob dengan aliran kepercayaan Mayo, Malind Duv dengan aliran kepercayaan Imo, dan Malind Degh dengan aliran kepercayaan Ezam-Uzum.
Ketiga aliran kepercayaan tradisional tadi menjadi titik dimana ekosistem peradaban Malind Anim dibangun. Kalau saya orang Malind Anim dari sub suku Malind Degh, maka saya akan memaknai hubungan spritual saya dengan apa yang saya kenal sebagai Ezam-Uzum, demikian pula Malind Bob dan Malind Duv.
Hubungan kekerabatan seperti yang telah dijelaskan diatas juga dibangun berdasarkan asumsi ekosistem budaya dimana sub suku tadi bertempat dan marga-marga didalamnya membentuk pemerintahan adat berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diatas.
Dalam Kebudayaan Melanesia, hal-hal prinsip, terutama menyangkut hak ulayat menjadi prinsip utama dimana eksistensi marga dan suku dipertaruhkan, dan agama adat secara prinsip mendukung penuh hak-hak mengenai kepemilikan kolektif marga dalam suku dimaksud.
Dibandingkan dengan Agama Samawi, tanah perjanjian, seperti yang digambarkan dalam Kitab Suci, juga memiliki makna yang sama, seperti yang telah saya jelaskan mengenai kepemilikan hak ulayat secara kolektif oleh suatu marga dalam suku tertentu, saya ambil contoh tadi suku Malind Anim dari kota Maroke.
Hak ulayat, dikemudian hari, menjadi masalah yang begitu kompleks, hingga menghasilkan perang yang tiada akhir, sebagai contoh, Bangsa Israel Modern, yang dibangun diatas tanah yang disebut "Tanah Perjanjian!" Disatu sisi berjalan baik, dan mampu memenuhi selera dan humor politik kaum Yahudi, tetapi dipihak lain juga mengorbankan suku dan bangsa lain.
Bangsa Palestina sebagai contoh nyata adalah korban dari perebutan hak kesulungan atau hak ulayat seperti yang termaktub dalam Kitab Suci.
Saya membatasi diri untuk tidak menulis secara ceroboh tanpa penelitian ilmiah yang akurat, akan tetapi data-data primer yang tercantum dalam Kitab Suci, menunjukan dengan pasti bahwa apa yang terjadi di Israel dan Palestina, tidak seharusnya terjadi seperti saat ini, karena perebutan hak kesulungan atau hak ulayat tadi telah menimbulkan perang berkepanjangan antara Bangsa Israel dengan sokongan Barat Kristen dan umat Muslim disisi yang lain diseantoro Jazirah Arab dan Magribi, bahkan melebar sampai ke Asia Tenggara, dimana Indonesia yang dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar didunia, juga larut secara politik didalam arena pertarungan politik tadi, bahkan militansi kaum puritan Islam terbangun dengan subur di Indonesia dan jadilah Indonesia sebagai sarangnya kaum "Teroris" dalam terminologi Barat.
Saya tidak hendak mengulas mengenai luka yang telah lama "menganga lebar" di Timur Tengah, akan tetapi dampak politik dari rasionalisasi perjuangan pembebasan nasional Papua Barat juga terpolarisasi dalam adagium politik yang telah berkembang secara menyeluruh diseantero jagad raya tersebut.
Mungkin tulisan ini kurang teliti dan tidak sempurna, akan tetapi saya hendak usahakan agar ia menjadi tulisan yang berbobot dikemudian hari, jika saja saya memiliki kesempatan untuk meneliti naskah-naskah primer maupun sekunder yang ada kaitannya dengan ulasan dalam tulisan ini.
Selanjutnya tulisan saya akan lebih banyak mengulas mengenai arti kata Melanesia serta aspek-aspek yang ada kaitannya dengan Budaya Melanesia secara agak rinci, jelas, terukur dan obyektif.
---------------------------------------------------
Ditulis oleh : Pravda pada blog Papua Diary
pada tanggal : 8 Februari 2009
Diposting ulang Oleh : IPARPOST