Tulisan Ini sudah pernah ditulis oleh Penulis Diary Papua Pada blognya pada 02 November 2008 dan ditulis ulang pada blog ini.
Mama, apa kabar? Lama sekali saya tidak bertemu Mama, maafkan anak-mu, yang oleh karena berbagai aktivitas, terpaksa harus meninggalkan Mama sendirian, tanpa ceritera seperti yang biasa kita lakukan. Oh ya, Mama saya harus kasih tau juga bahwa kenapa saya tidak intens berkomunikasi dengan Mama lagi, itu karena Catatan Harian Online saya ini dibobol oleh hacker yang suka cari-cari uang diinternet, mereka sengaja jebol email saya: papuandiary@gmail.com dan memakai akses email saya untuk keperluan promosi mereka yang negatif itu, tapi baiklah, saya bersyukur karena Google Team bisa membantu kembalikan hak penggunaan email tadi setelah saya lapor dan minta bantuan ke mereka Mama.
Baiklah Mama, itu salah satu unsur yang menyebabkan kenapa saya tidak bercerita lagi dengan Mama lewat Catatan Harian Online kita ini. Setelah sekian lama, kurang lebih satu tahun lewat, akhirnya rasa rindu saya kepada Mama, bisa saya curahkan hari ini lewat cerita kita kali ini.
Kabar Mengenai IPWP
Pada tanggal 15 Oktober 2008 lalu bertempat di U.K Common House, London, anak Mama yang bernama Benny Wenda, dengan bantuan Ricgard Samuelson dan akademisi Oxford University, telah meluncurkan suatu alat politik bagi kampanye Pembebasan Nasional Papua Barat, alat politik itu disebut International Parliamentarians for West Papua, yang akan bekerja untuk mengumpulkan solidaritas dan dukungan politik dari sejmlah orang yang bekerja sebagai senator, anggota kongres, dan atau anggota parlemen, dimana saja di seluruh.
Pada saat peluncuran itu, anggota Parlemen yang hadir antara lain: Hon. Andrew Smith MP (U.K.), Lord Harries (U.K.), Hon. Powes Parkop LLB LLM MP (PAPUA NEW GUINEA)
Hon. Carcasses Moana Kalosil MP (VANUATU), dan seorang perempuan bernama Ms Melinda Janki dari International Human Rights Lawyer, mereka inilah yang telah berkumpul dan meluncurkan IPWP pada tanggal 15 Oktober 2008 lalu pada jam 15.00 Waktu Inggris.
Syukurlah, pada akhirnya satu lagi alat politik dari kelompok solidaritas internasional telah terbentuk untuk bersolidaritas dengan utuh dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat.
Kabar dari Anak-anak Mama yang bergerak!
Pada waktu IPWP diluncurkan, anak-anak Mama yang tergabung dalam berbagai organisasi politik, telah menggerakan basis massa-nya untuk menyambut momentum politik tersebut, walaupun pada akhirnya anak-anak Mama yang ada bersama Mama disitu direpresi oleh aparat neo-kolonial NKRI yang masih berharap mau kuasai dan injak-injak tubuh Mama yang sudah rusak ini.
Di Port Numbay, anak-anak Mama di tahan oleh Polda Papua dan Polresta Jayapura, 18 dari mereka dimasukan dalam tahanan, tapi sudah dilepaskan, walau begitu, Mama pasti sudah tahu bahwa untuk melegalkan proses penjajahan mereka, aparat neo-kolonial RI yang bertugas di Tanah Papua terus berusaha menjebak anak-anak Mama dengan pasal-pasal karet yang mereka ambil dari KUHAP dan KUHP mereka. Hingga kini Buktar Tabuni, Forkorus Yaboisembut [Ketua DAP] dan Leonard Imbiri [Sekertaris DAP], Viktor Yeimo [Ketua Front PEPERA PB Konsulat Indon] dan beberapa anak-anak Mama yang lain sedang menjalani pemeriksaan secara intensif. Ya, mereka ingin dijebak oleh aparat kolonial RI dengan pasal-pasal karet yang ada dalam KUHP mereka.
Mama pasti sudah tau, KUHP dan KUHAP adalah hukum peninggalan kolonial Belanda, ketika Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengadopsi hukum kolinial Belanda itu dan menjalankannya dalam sistim hukum Indonesia, mereka memakai aturan-aturan hukum itu untuk menjerat pelaku kriminal dan aktivis politik yang dalam menjalankan keyakinan politiknya bertentangan dengan kepetingan pemerintahan yang berkuasa. Mama sudah tau aktivis-aktivis prodemokrasi Indonesia, misalnya pada tahun 1996 hingga 1998, banyak dari mereka diculik, dibunuh dan banyak pula yang dipenjarakan dengan menggunakan pasal-pasal karet dalam KUHP itu Mama.
Lalu bagaimana dengan nasib anak-anak Mama yang berjuang bagi kebebasan Mama? Mereka lebih parah lagi, banyak dari anak-anak Mama menjadi korban paling empuk dari penjabaran dan pemaknaan sempit KUHP neo-kolonial RI ini.
Kita sudah bosan menghitung berapa jumlah anak Mama yang dijebak dengan pasal-pasal karet dan dipenjarakan dalam penjara-penjara kolonial RI. Di Makassar, di Surabaya, di Jakarta, di Port Numbay, di Manokwari, dan dimana saja, mereka terpenjara Mama, itulah anak-anak Mama.
Kali ini, oleh karena aksi-aksi damai berkaitan dengan peluncuran International Parliamentarians for West Papua [IPWP], anak-anak Mama kembali diincar dengan penerapan hukum neo-kolonial Indonesia yang bobrok itu.
Baiklah Mama, itu sedikit cerita mengenai IPWP dan kondisi di Port Numbay, saya juga mau kasih tau Mama mengenai aktivitas lain yang dilakukan anak-anak Mama di Indonesia. Mama pasti sudah mendengar kabar itu di kampung. Tanggal 15 - 17 Oktober 2008, anak-anak Mama yang ada di Surabaya, Malang, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Bogor dan Jakarta berkumpul di Kota Jakarta dan melakukan aksi untuk mendukung peluncuran IPWP.
Mereka sukses lakukan kampanye damai di Ibu Kota Neo-Kolonial, walaupun kita tidak mendapat ruang pemberitaan yang baik di media-media nasional milik neo-kolonial, tetapi kabar mengenai IPWP mampu disosialisasikan oleh anak-anak Mama kepada kelompok solidaritas di luar Tanah Papua.
Kepada gerakan Tani Indonesia, kabar mengenai dukungan politik Internasional bagi Mama, sudah disampaikan kepada pimpinan massa dari organisasi-organisasi Tani itu, juga kepada gerakan Buruh Indonesia dan Gerakan Mahasiswa Indonesia telah terkabarkan dukungan itu, ya, mereka sudah mendengarnya!
Kita perlu media massa [televisi, koran, cyber media, radio, dll], tetapi media bukan satu-satunya cara kita untuk berkampanye, masih ada jejaring sosial dan politik yang sudah dibangun anak-anak Mama dan itu telah dimaksimalkan pemakainnya untuk mengabarkan kondisi Mama kepada kelompok yang bersolidaritas bagi Mama itu, kepada mereka-lah, anak-anak Mama telah datang dan kabarkan berita kita!
Walaupun begitu, RI telah terkaget-kaget dengan apa yang sudah terjadi, ya, kita bisa bilang mereka kalah, kalah dalam diplomaasi politik internasional, khususnya di Inggrs Raya, Menlu Neo-Kolonial RI bahkan membantah fakta politik yang positif buat kita itu, ia katakan bahwa itu dilakukan oleh suatu gerakan yang sudah mulai mati, ia percaya diri skali Mama, tapi biarlah, itu kan cerita orang-orang kalah untuk menghibur diri sendiri.
IPWP dan Masa Depan Tanah Papua
Mama, biarpun banyak kalangan, terutama lembaga-lembaga politik negara neo-kolonial Indonesia membantah akan kemajuan politik Mama diranah internasional, tetapi sesungguhnya mereka sedang bertanya dalam kepala mereka; "bisa kah Papua kita jajah terus?" "Mungkinkah sumber daya alamnya yang melimpah itu bisa terus kita rampok?" "Langkah politik apa yang harus kita ambil untuk meredam aspirasi rakyat Papua itu?"
Ya, itulah kini yang terbersit dalam kepala mereka yang "keras kepala" itu. Tapi biarlah itu jadi catatan politik mereka, saya hanya ingin sampaikan itu kepada Mama untuk menjadi catatan kaki bagi gerakan politik kita, biarlah apa yang mereka pikirkan itu menjadi risalah saja buat kita, untuk memperkaya khasanah perjuangan politik kita.
Yang pasti, masa depan kita tidak akan terkubur, sejarah kita tetap akan berpendar, memekar dan mendapatkan tempatnya yang layak diantara sejarah bangsa-bangsa dunia lainnya yang mashyur itu, dan sejarah kita pastilah Angung, se-Agung nama Tanah Papua yang kaya raya ini.
Mama sayang, saya sudahi dulu tulisan dan ceritra ini dengan Mama, minta maaf karena pada jam 16.00 nanti anak-mu akan melakukan meeting dengan anak-anak Mama yang lain, kita sedang mempersiapkan satu agenda besar untuk menyampaikan pesan-pesan politik Mama lagi, ya, seperti Mama selalu bilang pada saya "Gapailah Matahari-mu, Anak-ku, pergilah gapai matahari mu, disanalah kau akan lahir kembali sebagai Manusia Sejati, yeah..Anim-Ha..."
Baiklah Mama, itu salah satu unsur yang menyebabkan kenapa saya tidak bercerita lagi dengan Mama lewat Catatan Harian Online kita ini. Setelah sekian lama, kurang lebih satu tahun lewat, akhirnya rasa rindu saya kepada Mama, bisa saya curahkan hari ini lewat cerita kita kali ini.
Kabar Mengenai IPWP
Pada tanggal 15 Oktober 2008 lalu bertempat di U.K Common House, London, anak Mama yang bernama Benny Wenda, dengan bantuan Ricgard Samuelson dan akademisi Oxford University, telah meluncurkan suatu alat politik bagi kampanye Pembebasan Nasional Papua Barat, alat politik itu disebut International Parliamentarians for West Papua, yang akan bekerja untuk mengumpulkan solidaritas dan dukungan politik dari sejmlah orang yang bekerja sebagai senator, anggota kongres, dan atau anggota parlemen, dimana saja di seluruh.
Pada saat peluncuran itu, anggota Parlemen yang hadir antara lain: Hon. Andrew Smith MP (U.K.), Lord Harries (U.K.), Hon. Powes Parkop LLB LLM MP (PAPUA NEW GUINEA)
Hon. Carcasses Moana Kalosil MP (VANUATU), dan seorang perempuan bernama Ms Melinda Janki dari International Human Rights Lawyer, mereka inilah yang telah berkumpul dan meluncurkan IPWP pada tanggal 15 Oktober 2008 lalu pada jam 15.00 Waktu Inggris.
Syukurlah, pada akhirnya satu lagi alat politik dari kelompok solidaritas internasional telah terbentuk untuk bersolidaritas dengan utuh dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat.
Kabar dari Anak-anak Mama yang bergerak!
Pada waktu IPWP diluncurkan, anak-anak Mama yang tergabung dalam berbagai organisasi politik, telah menggerakan basis massa-nya untuk menyambut momentum politik tersebut, walaupun pada akhirnya anak-anak Mama yang ada bersama Mama disitu direpresi oleh aparat neo-kolonial NKRI yang masih berharap mau kuasai dan injak-injak tubuh Mama yang sudah rusak ini.
Di Port Numbay, anak-anak Mama di tahan oleh Polda Papua dan Polresta Jayapura, 18 dari mereka dimasukan dalam tahanan, tapi sudah dilepaskan, walau begitu, Mama pasti sudah tahu bahwa untuk melegalkan proses penjajahan mereka, aparat neo-kolonial RI yang bertugas di Tanah Papua terus berusaha menjebak anak-anak Mama dengan pasal-pasal karet yang mereka ambil dari KUHAP dan KUHP mereka. Hingga kini Buktar Tabuni, Forkorus Yaboisembut [Ketua DAP] dan Leonard Imbiri [Sekertaris DAP], Viktor Yeimo [Ketua Front PEPERA PB Konsulat Indon] dan beberapa anak-anak Mama yang lain sedang menjalani pemeriksaan secara intensif. Ya, mereka ingin dijebak oleh aparat kolonial RI dengan pasal-pasal karet yang ada dalam KUHP mereka.
Mama pasti sudah tau, KUHP dan KUHAP adalah hukum peninggalan kolonial Belanda, ketika Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengadopsi hukum kolinial Belanda itu dan menjalankannya dalam sistim hukum Indonesia, mereka memakai aturan-aturan hukum itu untuk menjerat pelaku kriminal dan aktivis politik yang dalam menjalankan keyakinan politiknya bertentangan dengan kepetingan pemerintahan yang berkuasa. Mama sudah tau aktivis-aktivis prodemokrasi Indonesia, misalnya pada tahun 1996 hingga 1998, banyak dari mereka diculik, dibunuh dan banyak pula yang dipenjarakan dengan menggunakan pasal-pasal karet dalam KUHP itu Mama.
Lalu bagaimana dengan nasib anak-anak Mama yang berjuang bagi kebebasan Mama? Mereka lebih parah lagi, banyak dari anak-anak Mama menjadi korban paling empuk dari penjabaran dan pemaknaan sempit KUHP neo-kolonial RI ini.
Kita sudah bosan menghitung berapa jumlah anak Mama yang dijebak dengan pasal-pasal karet dan dipenjarakan dalam penjara-penjara kolonial RI. Di Makassar, di Surabaya, di Jakarta, di Port Numbay, di Manokwari, dan dimana saja, mereka terpenjara Mama, itulah anak-anak Mama.
Kali ini, oleh karena aksi-aksi damai berkaitan dengan peluncuran International Parliamentarians for West Papua [IPWP], anak-anak Mama kembali diincar dengan penerapan hukum neo-kolonial Indonesia yang bobrok itu.
Baiklah Mama, itu sedikit cerita mengenai IPWP dan kondisi di Port Numbay, saya juga mau kasih tau Mama mengenai aktivitas lain yang dilakukan anak-anak Mama di Indonesia. Mama pasti sudah mendengar kabar itu di kampung. Tanggal 15 - 17 Oktober 2008, anak-anak Mama yang ada di Surabaya, Malang, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Bogor dan Jakarta berkumpul di Kota Jakarta dan melakukan aksi untuk mendukung peluncuran IPWP.
Mereka sukses lakukan kampanye damai di Ibu Kota Neo-Kolonial, walaupun kita tidak mendapat ruang pemberitaan yang baik di media-media nasional milik neo-kolonial, tetapi kabar mengenai IPWP mampu disosialisasikan oleh anak-anak Mama kepada kelompok solidaritas di luar Tanah Papua.
Kepada gerakan Tani Indonesia, kabar mengenai dukungan politik Internasional bagi Mama, sudah disampaikan kepada pimpinan massa dari organisasi-organisasi Tani itu, juga kepada gerakan Buruh Indonesia dan Gerakan Mahasiswa Indonesia telah terkabarkan dukungan itu, ya, mereka sudah mendengarnya!
Kita perlu media massa [televisi, koran, cyber media, radio, dll], tetapi media bukan satu-satunya cara kita untuk berkampanye, masih ada jejaring sosial dan politik yang sudah dibangun anak-anak Mama dan itu telah dimaksimalkan pemakainnya untuk mengabarkan kondisi Mama kepada kelompok yang bersolidaritas bagi Mama itu, kepada mereka-lah, anak-anak Mama telah datang dan kabarkan berita kita!
Walaupun begitu, RI telah terkaget-kaget dengan apa yang sudah terjadi, ya, kita bisa bilang mereka kalah, kalah dalam diplomaasi politik internasional, khususnya di Inggrs Raya, Menlu Neo-Kolonial RI bahkan membantah fakta politik yang positif buat kita itu, ia katakan bahwa itu dilakukan oleh suatu gerakan yang sudah mulai mati, ia percaya diri skali Mama, tapi biarlah, itu kan cerita orang-orang kalah untuk menghibur diri sendiri.
IPWP dan Masa Depan Tanah Papua
Mama, biarpun banyak kalangan, terutama lembaga-lembaga politik negara neo-kolonial Indonesia membantah akan kemajuan politik Mama diranah internasional, tetapi sesungguhnya mereka sedang bertanya dalam kepala mereka; "bisa kah Papua kita jajah terus?" "Mungkinkah sumber daya alamnya yang melimpah itu bisa terus kita rampok?" "Langkah politik apa yang harus kita ambil untuk meredam aspirasi rakyat Papua itu?"
Ya, itulah kini yang terbersit dalam kepala mereka yang "keras kepala" itu. Tapi biarlah itu jadi catatan politik mereka, saya hanya ingin sampaikan itu kepada Mama untuk menjadi catatan kaki bagi gerakan politik kita, biarlah apa yang mereka pikirkan itu menjadi risalah saja buat kita, untuk memperkaya khasanah perjuangan politik kita.
Yang pasti, masa depan kita tidak akan terkubur, sejarah kita tetap akan berpendar, memekar dan mendapatkan tempatnya yang layak diantara sejarah bangsa-bangsa dunia lainnya yang mashyur itu, dan sejarah kita pastilah Angung, se-Agung nama Tanah Papua yang kaya raya ini.
Mama sayang, saya sudahi dulu tulisan dan ceritra ini dengan Mama, minta maaf karena pada jam 16.00 nanti anak-mu akan melakukan meeting dengan anak-anak Mama yang lain, kita sedang mempersiapkan satu agenda besar untuk menyampaikan pesan-pesan politik Mama lagi, ya, seperti Mama selalu bilang pada saya "Gapailah Matahari-mu, Anak-ku, pergilah gapai matahari mu, disanalah kau akan lahir kembali sebagai Manusia Sejati, yeah..Anim-Ha..."
Penulis : Pravda