Selasa, 01 Oktober 2019

2 Tentara Pembunuh dari Indonesia Ditembak Pukul 08:00 AM Waktu West Papua

Mathias Wenda, Chief Gen. WPRA, dari medan pertempuran di wilayah perbatasan antara West Papua (Negara Kolonial Republik Indonesia – NKRI) dengan Papua New Guinea telah melaporkan kepada crew PMNews bahwa telah terjadi baku tembak di wilayah perbatasan pada pukul 08:00 pagi Waktu West Papua di wilayah Wutung, daerah perbatasan NKRI – Papua New Guinea.

Menurut Gen. Wenda operasi ini dilakukan atas dasar Surat Perintah Operasi Umum Pangktikor WPRA bretanggal 20 Juli 2017, yang telah disampaikan kepada seluruh panglima dan prajurit pejuang Papua Merdeka di seluruh Tanah Papua.

Dalam peristiwa baku tembak antara Tentara NKRI dan pasukan WPRA ini telah ditembak dua orang anggota TNI dan diakui Gen. Wenda tidak ada korban dari pihak WPRA.

Demikian untuk disebarluaskan kepada dunia.

Baca Selengkapnya di Papuapost

Australia urged to ‘step up substantially’ to halt violence in neighbouring West Papua

Vanuatu’s Prime Minister Charlot Salwai Tabimasmas at the UN. FR170574 AP
Exclusive: West Papua continues to be rocked by bloody violence as Indonesian security forces and pro-independence protesters clash. And Australia has been urged to do more to end the bloodshed.
BY VIRGINIA LANGEBERG
Australia has been urged to “step up substantially on the issue of West Papua”, with  Vanuatu’s leaders taking to the stage of the UN General Assembly to “emphatically condemn” alleged human rights violations in the region. 
Following reports of a mass exodus from the town of Wamena, in the Indonesian province of Papua, and increased violence on Monday, Vanuatu urged global leaders to assist West Papuans.

“We condemn, emphatically, violations of human rights of the indigenous people of West Papua,” Vanuatu’s Prime Minister Charlot Salwai Tabimasmas told the UN.

read more Click Here

Kamis, 01 November 2012

Papua Butuh Pemimpin yang Takut & Taat Tuhan


Presiden Federasi Mahasiswa Militan Papua (FMMP), Thomas Ch.

Jayapura—Pernyataan Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di  Tanah Papua (PGGP), Pdt.Lipius Biniluk,S.Th   yang menyatakan Rakyat Papua  belum sejahtera  karena  para pemimpin di tanah Papua mulai dari MRP, DPRP dan Pemerintah Provinsi Papua. bahkan pemerintah kabupaten/kota berjalan sendiri-sendiri dengan egonya, rupanya direspon positif Presiden Federasi Mahasiswa Militan Papua (FMMP), Thomas Ch.

Syufi, mengatakan, FMMP  mengajak seluruh komponen masyarakat Papua agar dalam Pemilukada Gubernur ini  memilih pemimpinnya harus rasional tanpa adanya pertimbangan-pertimbangan primordialisme suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), tetapi memilih pemimpin yang benar-benar takut dan taat pada perintah Tuhan.

Hal ini agar benar-benar nanti pemimpin yang terpilih untuk memimpin rakyat Papua adalah pemimpin yang akomodatif, aspiratif dan pluralis bagi semua perbedaan yang ada di Papua ini. Diharapkan juga masyarakat jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu meruhan yang tak betanggungjawab, masyarakat juga harus berhati-hati dengan praktik-praktik intimidasi, teror, dan serangan fajar.


Saran  FMMP juga masyarakat jangan  memilih pemimpin yang  bagaikan memilih kucing dalam karung,  tetapi masyarakat harus menilai secara arif dan bijak sesuai dengan track record dan sepak terjang seseorang itu sebelum maju sebagai  kandidat Gubernur hingga masyarakat menjatuhkan pilihannya tidak sia-sia, kalau masyarakat salah memilih seorang figur pemimpin berarti sama halnya dengan membuang  “mutiara ke kandang sapi” tetapi memilih orang yang dikenal oleh masyarakat sendiri yang  akan menghasilkan seorang pemimpin negarawan (ideal) yang benar-benar populis dan visioner untuk mampu membangun seluruh masyarakat di Tanah Papua ini secara baik menuju masyarakat adil, damai dan sejahtera. Masyarakat harus memilih pemimpin yang di kenal oleh masyarakat sendiri serta rendah hati, mempunyai kasih dan selalu mudah di jumpai masyarakat.

“Pesan kami untuk masyarakat Papua yang menggunakan hak pilihnya dalam proses PEMILUKADA ke depan harus lebih rasional dalam memilih pemimpinnya jangan di dasarkan pada pertimbangan dan motivasi tertentu yang kelak hanya membawa derita panjang bagi masyarakat itu sendiri,” ujarnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Prima Garden Abepura, Kamis, (1/11).


Selain itu, masyarakat Papua jangan percara pada kata-kata tetapi percaya pada perbuatan dan hal yang terpenting juga perlu di ingat oleh seluruh rakyat di tanah Papua bahwa “mesin partai itu penting, tetapi yang lebih penting adalah figure seseorang. Serta Jangan memilih pemimpin gubernur dan wakil gubernur yang merasa diri pandai, tetapi pilihlah pemimpin yang pandai merasa dan menghargai amanat rakyat. Dari mana saya datang, dan untuk siapa saya datang? atau saya mewakili siapa dan memperjuangakan kepentingan siapa? dan jangan salah memilih pemimpin yang hanya bekerja untuk menampung harta kekayaan pribadi dan keluarganya dan melupakan rakyat yang memilih dia untuk duduk di kursi kepala daerah (Gubernur) tersebut.

Diharapkan pula bagi kontestan yang siap untuk berlaga dalam perhelatan politik di panggung demokrasi untuk memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur Povinsi Papua harus lebih dewasa dalam berdemokrasi  dan mengedepankan sportifitas. Siapa saja dia yang kelak terpilih berdasarkan suara mayoritas rakyat diharapkan pada kandidat-kandit yang kalah yang harus berjiwa besar dan legowo. Serta diharapkan tidak ada unsur-unsur  ketidakpuasan dari para kontestan yang kalah kompetisi dan terjadi saling gugat menggugat yang hanya  menghambat proses konsolidasi demokrasi dan pembangunan  yang lebih substansial bagi rakyat kita.

Sebab sudah sekian lama rakyat kita telah menuggun seorang fugur  pemimpin gubernur dan wakil guebernur yang definitif, akibat dari tarik molornya Pemilukada serta tarik ulur kepentingan para elit-elit politik di legislatif dan eksekutif. “Hari ini Papua butuh pemimpin  yang jadi juru selamat, bukan “pemimpi” yang jadi juru retorika, juru deklamator, dan juru ilusi yang banyak berkoar-koar dengn janji palsu bagi rakyat kita, tapi rakyat butuh kerja nyata. Kami juga minta pemerintah, jangan melakukan pergantian karateker gubernur lagi, karena rakyat butuh pemipin yang defenitif bukan pemimpin karateker. Rakyat Papua butuh pelayanan pembangunan, bukan butuh siapa yang memimpin,” tandasnya.

Diharapkan Pemilukada Provinsi Papua segara dilaksanakan pada awal tahun 2013 untuk menjawab situasi rakyat hari ini yang sudah lama haus akan pembangunan. Perlu adanya sinergistas antar semua takeholder (KPU, Bawaslu, DPR, Pemerintah, Parpo, dan konstituen) untuk dapat mendukung semua tahapan Pemilukada untuk terproses secara akeleratif dan cepat
 


Minggu, 14 Oktober 2012

Forkorus Nilai Pembentukan Raja-Raja, Bagian dari Praktek Adu Domba

JAYAPURA - Pembentukan raja-raja di Tanah Papua pada Rabu, (11/10) lalu yang ditandai dengan dikukuhkannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini,  ditanggapi serius oleh  Forkorus Yoboisembut yang diklaim pendukungnya sebagai  Presiden Negara Federal repoblik Papua Barat (NFRPB),.
Menurut Forkorus pembentukan raja-raja itu wajar saja, karena mereka (Raja Alex Mebri Cs) mempunyai hikmat untuk melakukannya, tapi hal itu tidak akan berpengaruh terhadap perjuangan NFRPB yang sudah terbangun dan terbentuk  selama ini yang secara defacto sudah diakui keberadaannya.
Pernyataan Forkorys tersebut diungkapkan melalui Ketua Panitia Perayaan Konferensi Rakyat Papua (KRP) III, Pdt. Ketty Yabansabra, S.Teol kepada  Bintang Papua, Sabtu (13/10).  Dikatakannya, mengenai hal itu dirinya telah bertemu dengan  Forkorus Yoboisembut yang kini tengah menjalani hukumannya di LP.  “Kami tetap melihat mereka sebagai bagian dari kami, tapi apa yang mereka perbuat, itu tidak akan mempengaruhi sikap kami,” ujarnya kepada Bintang Papua di Kantor Dewan Adat Papua (DAP), Sabtu, (13/10).
Ditegaskan, pembentukan Kerajaan Papua Barat New Guena/Malanesia (KPBNG/M) tersebut, sama sekali tidak mengoyahkan kedalautan NFRPB. Pasalnya, bagi pihaknya memahami bahwa keberadaan (KPBNG/M) hanyalah permainan semata dari pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya NFRPB, dan KPBNG/M hanya representasi dari praktek-praktek adu domba yang terus dilancarkan diatas tanah ini oleh pihak-pihak yang selama ini mengadudomba rakyat Papua. Dengan kata lain, KPBNG/M merupakan corong kejahatan yang dititipkan di dalam mulut mereka. Corong itu adalah sebagaimana didalam dokumen yang ditulis oleh Presiden NFRPB tidak lain TNI/Polri dan pihak-pihak lainnya yang turut bermain di dalam persoalan politik Papua ini.
“Semoga mereka (TNI, Polri dan petinggi NKRI melihat dengan akal budi bahwa rakyat Papua maju dengan sopan santun, mestinya mereka menempatkan diri sebagai manusia,” paparnya.
Soal bertolak belakang paham kenegaraan satu sama lainnya, tapi pada prinsipnya sistem dan struktur penataan pemerintahan NFRPB itu mengacu pada segala nilai-nilai yang ada dalam nilai-nilai kehidupan peradaban orang Papua, itu berarti NFRPB menyatakan bahwa kerajaan KPBNG/M yang didirikan itu tidak ada dalam sistem dan struktur pemerintahan NFRPB dan tidak ada dalam nilai-nilai kearifan lokal orang Papua.
Menurutnya, sistem kerajaan hanya ada di Sorong dan Raja Ampat (Itu lokal disana) tapi kalau sistem kerajaan mau dibentuk di seluruh Papua, itu tidak bisa dilakukan, karena di daerah lainnya di tanah Papua ini tidak ada yang menunjukan nilai-nilai adanya kerajaan, sebab di Papua hanya ada Ondoafi, kepala-kepala suku, Mambri, dan selanjutnya sesuai dengan sebutan adat istiadat daerah masing-masing.
“Jadi silakan mereka (KPBNG/M) jalan, tapi mereka juga bagian dari orang Papua, kecuali mereka menyatakan diri tidak sebagai orang Papua, ada saatnya itu kita akan lihat. Program yang ada dalam struktur pemerintahan kami jelas, sedangkan mereka tidak ada, hanya mereka meraba-raba saja/mereka-reka saja,” imbuhnya Sumber : Bintang Papua

Senin, 17 September 2012

Analysis: Aid access challenges for Indonesia's Papua region



Many indigenous Papuans feel marginalized
JAKARTA, 17 September 2012 (IRIN) - Aid agencies in Indonesia's Papua region say their work is coming under increased government scrutiny due to Jakarta's concern over a secessionist movement on the island.

"So many international aid groups working in Papua have been pushed out by the government," Andreas Harsono, a researcher for Human Rights Watch (HRW) who has been covering Indonesia for years, told IRIN, citing a string of NGOs and charity groups, as well as the International Committee of the Red Cross (ICRC), that have had to leave.

"They can maintain a presence if they work with the government, but if they give aid directly to Papuans or Papuan organizations, aid groups will be heavily scrutinized by the government and suspected of aiding the independence movement."

The resource-rich Papua region (2,000km east of Jakarta and comprising the provinces of Papua and West Papua) has the lowest levels of human development of Indonesia's 33 provinces, with about 34 percent of Papuans living on less than US$1 per day, according to government statistics. The region has a land area nearly twice that of the UK but a population of only 3.5 million.

"There are multiple issues facing West Papua and Papua today," said Dini Sari Djalal, head of communications at the World Bank's Jakarta office. "Among the most vital are poverty, maternal mortality and HIV/AIDS. The two provinces rank worst in these indicators in all of Indonesia."

At the same time, the region is prone to a host of natural disasters, one of the most recent being a 6.1 magnitude quake on 8 September recorded off the coast of Nabire, Papua.

"In the West Papuan cities of Manokwari and Sorong, earthquakes are recorded on a fairly regular basis as is flooding," said Phillip Charlesworth, the International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies head of delegation for Indonesia.

But it is Papua's decades-long simmering separatist movement that has often dominated international media attention.

Although the government granted the region Special Autonomy status in 2001, activists continue to voice their discontent, calling for greater autonomy to help improve the region's socioeconomic problems.

Native Papuans are benefiting neither from the land and forests exploited by outside timber and palm oil companies, nor the region's immense mineral wealth, including gold, copper and other metals, they say.

This summer, the International Crisis Group reported at least 15 violent incidents in the provincial capital Jayapura in May and June, and others in the central highlands.

Since the former Dutch colony was annexed in 1969, a small armed group known as the Free Papua Organization (OPM) has been fighting for Papuan independence.

Human rights groups estimate some 100,000 Papuans have died in the conflict since the 1960s, while local media regularly report on clashes between the OPM and security forces.

Economic marginalization, coupled with an ongoing influx of labour migrants from elsewhere in Indonesia continues to fuel tension, particularly over the issue of jobs.

In many of the region's cities and towns, non-native Papuans are now in a majority, and tensions between the two groups are not uncommon, as are reports of the government's often heavy-handed response towards the indigenous population.

Read More : klik Here

Kontras: Penembakan Mako Tabuni Disengaja

Mako M Tabuni [Ketua 1 KNPB]
JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan, ada dugaan kesengajaan penembakan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat Mako Tabuni hingga tewas oleh kepolisian. Tewasnya Mako itu mengakibatkan kerusuhan di Jayapura.
Koordinator Kontras, Haris Azhar, mengatakan, hasil investigasi timnya di lokasi penembakan, saat itu datang tiga mobil dengan pelat nomor sipil. Para penumpang yang berpakaian sipil lalu mendekati Mako.
"Orang berpakaian sipil itu lalu menembaki (Mako)," kata Haris saat diskusi di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/6/2012).
Haris mengatakan, awalnya pihaknya menduga penembakan itu sama seperti penembakan misterius yang selama ini terjadi di Papua. Pasalnya, dalam beberapa jam pertama pascapenembakan, tidak ada keterangan resmi dari kepolisian. Apalagi mereka yang melakukan penyergapan berpakaian sipil.
Sebelumnya, kepolisian menyebutkan sudah mencoba mengajak berdialog Mako untuk dilakukan penangkapan. Namun, Mako menolak dan mencoba untuk melarikan diri. Polisi mengejar dan mencoba menangkap Mako.
Sempat terjadi perebutan senjata. "Saat moncong senjata mengarah ke petugas yang sedang bergumul dengan Mako, anggota lain terpaksa menembaknya," ujar Kapolda Papua Irjen BL Tobing.
Kepolisian juga menyebut menemukan satu pistol Taurus dengan enam peluru di dalam baju Mako ketika diperiksa di rumah sakit. Di dalam tasnya, menurut keterangan polisi, ada 16 peluru kaliber 38.
Haris meragukan keterangan kepolisian itu. Pasalnya, kata dia, pernyataan adanya senjata api dan peluru itu baru belakangan disampaikan kepolisian kepada publik. Harus mengaitkan sikap Polri itu ketika menangani terorisme selama ini, yakni menembak mati target.
"Polisi lalu klaim teroris yang akan melakukan penyerangan," ucap dia.
Sumber : vogelkoppapua

Selasa, 04 September 2012

Australia Desak Indonesia Selidiki Kematian Mako Tabuni

MENLU Australia Bob Carr [foto ABC]
CANBERRA - Australia mendesak dilakukannya penyelidikan atas pembunuhan terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr.

Namun Negeri Kanguru itu tidak dapat menyimpulkan apakah pasukan keamanannya terlibat dalam insiden tersebut. Carr tidak menampik bahwa pasukan keamanan Australia pada saat itu tengah melakukan pelatihan hak asasi manusia (HAM) bersama dengan pasukan keamanan Indonesia.

"Pasukan keamanan Australia tengah mengikuti pelatihan HAM bersama dengan pasukan keamanan Indonesi, namun mereka tidak menjalankan tugas sebagai pasukan kontra-terorisme dan Canberra menentukan batasan atas kegiatan mereka," tegas Carr, seperti dikutip AFP, Rabu (29/8/2012). 

Dalam kesempatan yang sama Carr juga tidak dapat memastikan bahwa Densus 88 terlibat dalam kematian Tabuni. Namun ia menegaskan agar segera dilakukannya penyelidikan menyeluruh dan terbuka.

"Menurut kami cara terbaik untuk mengklarifikasi situasi ini adalah melakukan penyelidikan. Menurut kami Indonesia memiliki kepentingan dalam hal ini khususnya terkait catatan HAM mereka di Provinsi Papua," beber Carr.

"Desakan ini muncul dalam konteks Australia mendukung kedaulatan Indonesia atas Papua, namun pada saat yang bersamaan kami menegaskan hak kami sebagai mitra dan negara tetangga untuk mengangkat isu HAM. Posisi kami tegas bahwa Indonesia harus melakukan proses hukum secara terbuka untuk menangani berbagai pelanggaran," tegas Menlu Australia.

Mako Tabuni diketahui tewas pada 14 Juni lalu karena menderita dua tembakan di bagian pinggang dan paha. Ia diciduk polisi di lantai IV Rusunawa Perumnas III, Wana, Abepura.

Polisi menegaskan penembakan terhadap Mako dilakukan karena ia melawan petugas saat akan ditangkap. Petugas bahkan mendapati senjata api di tubuh korban.

Kepada media Australia para pendukungnya mengklaim, Mako ditembak mati oleh petugas yang berpakaian layaknya anggota Detasemen 88.

Mako Tabuni diduga kuat merupakan aktor di balik sejumlah teror penembakan yang terjadi di Jayapura. Sebelumnya, polisi juga menangkap dan telah menetapkan Ketua KNPB, Buchtar Tabuni, sebagai tersangka atas tindakan makar, serta terlibat di balik aksi penembakan.(rhs)
dilaporkan oleh : Khairisa Ferida

Berbagi